Imam Bukhori

Admin Quranuna
By -
0

 



Imam Bukhori


Muhammad bin Hatim Warraq Al-Bukhari rahimahullah menceritakan, “Aku bermimpi melihat Bukhari berjalan di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap kali Nabi mengangkat telapak kakinya maka Abu Abdillah (Bukhari) pun meletakkan telapak kakinya di situ.” (Hadyu Sari, hal. 656)

 

Nama Imam Bukhori


Muhammad bin Ismail lahir di Bukhara pada hari Jumat, tepatnya setelah Sholat Jumat, pada tanggal 13 Syawal tahun 194 Hijriyah. Bukhara, waktu itu merupakan wilayah Khurasan. Bukhara merupakan kota yang indah.


Al Bukhari dibesarkan di keluarga ulama yang sangat menjunjung ilmu dan adab. Demikian pula suasana ibadah dan ketaqwaan keluarganya, terutama ayahnya yang merupakan seorang ulama.


Namun tak lama kemudian, ketika Al Bukhari masih kecil, sang ayah wafat. Jadilah Al Bukhari menjadi anak yatim. Kendati demikian, di bawah pengasuhan sang ibu yang ahli ibadah, Muhammad bin Ismail tumbuh menjadi anak shalih yang cinta ilmu.


Sewaktu kecil, Imam Bukhari sempat mengalami kebutaan. Awalnya penglihatannya berkurang, makin lama makin tidak jelas hingga tak bisa melihat. Sang ibu yang taat beribadah pun terus mendoakan Al Bukhari. Terutama di sepertiga malam terakhir, usai sholat tahajud, ia selalu mengadukan permasalahannya kepada Allah SWT.


Suatu malam, ibunda Al Bukhari bermimpi. Nabi Ibrahim menemuinya dalam mimpi itu lantas mengatakan, “Wahai ibu, sungguh Allah telah mengembalikan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa kepada Allah SWT.”


Pagi harinya, keajaiban itu pun terjadi. Muhammad bin Ismail sembuh dari buta, matanya kembali bisa melihat seperti sedia kala. Barulah ia menyadari bahwa mimpi yang dialaminya merupakan sebuah kabar yang Allah SWT sampaikan kepadanya. 


Kejeniusan Imam Bukhari telah terlihat sejak ia masih belia. Ia telah hafal Al Qur’an pada usia 10 tahun. Ia juga mulai hafal banyak hadits tanpa mencatat.


Di usia itu, sewaktu ia masih belajar di Kuttab hingga Ashar, Al Bukhari tidak langsung pulang. Saat teman-temannya pulang untuk bermain, ia meneruskan membaca dan belajar. Semangatnya menuntut ilmu sungguh luar biasa. Dan lebih luar biasa lagi, kecerdasan yang Allah anugerahkan padanya. Dalam sekejap, Al Bukhari bisa menghafal apa yang dibacanya.


Pada usia 11 tahun, Al Bukhari sudah menghafal banyak hadits beserta sanadnya. Karenanya, dengan mudah ia bisa mengoreksi ketika ada kesalahan hadits yang ia dengar.


Suatu hari ada seseorang yang membacakan hadits, “Sufyan dari Abu Az Zubair dari Ibrahim..” mendengar hal itu Al Bukhari mengingatkannya. “Wahai syaikh, sesungguhnya Abu Az Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.


Syaikh itu pun kemudian menghardik Al Bukhari. “Siapa engkau wahai anak kecil, berapa usiamu sehingga engkau mengoreksi hadits yang aku sampaikan?” Al Bukhari pun kemudian berkata dengan lembut : “Wahai syaikh, Jika engkau memiliki catatan asli, maka bukalah catatanmu,” Orang itu kemudian mengambil catatannya dan ternyata benar apa yang dikatakan oleh Bukhari. Yang tertulis dalam buku catatan syaikh tersebut perawinya bernama Az Zubair bukan Abu Az Zubair.


Syaikh itu kemudian berkata “Engkau benar nak. Lantas siapakah perawi itu?” kata pria tersebut menyadari kekeliruannya. “Dia adalah Az Zubair bin Addi.” Lalu pria itu membetulkan catatannya.


Pada usia 16 tahun, Al Bukhari telah hafal Musnad Abdullan bin Mubarak serta kitab karya Waqi’. Tak hanya hafal, bahkan ia memahami maksud perkataan dua ulama itu dalam kitab-kitab tersebut.


Di usia yang sama, Al Bukhari menunaikan ibadah haji ke Makkah. Itu pula yang menjadi rihlah pertamanya. Rihlah untuk mencari dan belajar hadits. Di Makkah, ia berguru kepada banyak ulama termasuk Al Humaidi. 


Mengenai Imam Bukhari ada di antara para ulama yang berkata : Qutaibah bin Sa’id rahimahullah mengatakan, “Aku telah duduk bersama para ahli fikih, ahli zuhud, dan ahli ibadah. Aku belum pernah melihat semenjak aku bisa berpikir ada seorang manusia yang seperti Muhammad bin Isma’il. Dia di masanya seperti halnya Umar di kalangan para sahabat.” (Hadyu Sari, hal. 646)

 

Tags:

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)